Ternate,ABARCE.COM- Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Kota Ternate, Tauhid Soleman dan Jasman Abubakar, kembali menjadi sorotan publik setelah absen dalam rapat Koalisi Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe di Kantor DPW Partai NasDem, Minggu, 27 Oktober 2024.
Rapat tersebut, yang dihadiri perwakilan 10 kabupaten/kota, menjadi momentum penting bagi para pengurus koalisi untuk menyatukan langkah demi kemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara.
Namun, ketidakhadiran kedua pimpinan DPD NasDem Kota Ternate dalam rapat ini memunculkan pertanyaan serius tentang komitmen mereka terhadap agenda koalisi tersebut.
Sebagai pimpinan DPD, Tauhid dan Jasman memiliki tanggung jawab untuk hadir dan menunjukkan dukungan pada upaya bersama yang telah disepakati oleh Partai NasDem.
Ketidakhadiran berulang kali dalam acara-acara penting koalisi bisa dianggap sebagai sinyal yang bertolak belakang dengan harapan partai dan konstituen di Ternate.
Selain itu, meskipun undangan resmi telah dilayangkan, absennya kedua tokoh ini menimbulkan persepsi bahwa mereka kurang serius dalam mengawal langkah koalisi.
Pola ketidakhadiran yang berulang ini berpotensi merusak semangat kebersamaan dan koordinasi yang dibutuhkan dalam sebuah koalisi politik.
Dalam konteks dukungan kepada pasangan Sherly dan Sarbin, absennya pimpinan partai pada saat-saat krusial dapat diartikan sebagai kurangnya sinergi di antara elemen-elemen partai yang seharusnya bersatu padu dalam memenangkan calon yang diusung.
Sinyal ini, tentu saja, bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh para pemilih dan konstituen yang telah mempercayakan suaranya kepada Partai NasDem.
Sejak awal, ketidakhadiran Tauhid dan Jasman memang kerap terjadi dalam berbagai kegiatan koalisi. Hal ini bahkan mulai dianggap oleh banyak kader sebagai indikasi lemahnya komitmen DPD Kota Ternate dalam mendukung pasangan calon yang diusung oleh partai mereka sendiri.
Para kader di tingkat daerah, yang telah bekerja keras mendukung pasangan Sherly dan Sarbin, kini merasa kecewa dan mempertanyakan loyalitas serta integritas para pimpinan mereka.
Padahal, dalam sebuah koalisi, penting adanya kerja sama yang terintegrasi dan koordinasi antar pimpinan daerah.
Ketika pimpinan tertinggi di tingkat kota tidak hadir dalam agenda penting, mereka bukan hanya merusak citra partai di mata publik tetapi juga menghilangkan kesempatan untuk menguatkan solidaritas internal partai dan koalisi.
Absennya Tauhid dan Jasman membuka ruang spekulasi di kalangan anggota koalisi dan publik, apakah ada pesan tersirat dari sikap yang mereka tunjukkan, atau justru ada kepentingan yang bertentangan dengan arahan partai.
Fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan tentang etika kepemimpinan dalam Partai NasDem. Apakah sikap pimpinan DPD Kota Ternate ini mencerminkan ketidakpedulian terhadap proses politik di Maluku Utara? Atau mungkin, ada faktor-faktor internal yang mempengaruhi mereka, sehingga mereka terkesan enggan atau bahkan tidak mendukung koalisi tersebut?
Dalam politik, loyalitas adalah fondasi penting yang memastikan dukungan partai terhadap kandidat atau kebijakan yang diusung berjalan sesuai rencana. Seorang pimpinan harus berfungsi sebagai penggerak dan penyemangat bagi anggotanya.
Jika pimpinan justru menunjukkan ketidakpedulian atau bahkan membiarkan absennya mereka menjadi isu yang berulang, maka akan sulit membangun kekompakan di tubuh partai.
Dalam kasus ini, absennya Tauhid dan Jasman mengesankan bahwa mungkin ada tarik ulur kepentingan yang menghambat mereka untuk terlibat aktif dalam koalisi.
Situasi ini patut menjadi refleksi bagi Partai NasDem secara keseluruhan, khususnya di Maluku Utara. Partai perlu mengevaluasi apakah pimpinan yang diamanahkan benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik.
Atau sebaliknya, mereka menjadi beban bagi upaya memenangkan calon yang diusung. Dengan mendekatnya pemilihan, NasDem harus mampu menghilangkan konflik internal yang berpotensi menggerus kepercayaan publik.