Djasman Abubakar: Kampanye di Tengah Duka NasDem, Strategi atau Risiko?


Ilustrasi
Ternate,ABARCE.COM - Langkah Djasman Abubakar, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kota Ternate Partai NasDem, dalam mendukung Muhammad Husain Alting dan Asrul Rasyid sebagai calon Gubernur Maluku Utara, di saat partainya tengah berduka, memunculkan berbagai spekulasi di kancah politik lokal. 

Sikap ini tidak hanya menunjukkan keberanian Djasman, tetapi juga mengindikasikan ketidakpuasan internal yang bisa jadi telah lama terpendam. Djasman seolah melihat peluang politik yang lebih menjanjikan di luar kondisi internal NasDem yang sedang bergejolak.

Ini adalah langkah politik yang berisiko, karena memperlihatkan adanya celah dalam soliditas partai. Partai NasDem di Maluku Utara, yang seharusnya tengah merapatkan barisan, justru menghadapi perpecahan sikap yang ditunjukkan oleh salah satu pengurus pentingnya.

Bagi sebagian masyarakat Kota Ternate, langkah Djasma ini dipandang sebagai tindakan berani yang patut diapresiasi. Mereka menganggap bahwa Djasma telah berani melangkah untuk mendukung kandidat yang dianggap lebih layak, meskipun kondisi partai sedang tidak stabil. 

Namun, tidak sedikit pula yang mempertanyakan langkah ini, menilai bahwa hal tersebut bisa memperburuk citra partai yang sedang berusaha pulih dari duka.

Media sosial tidak ketinggalan menjadi arena perdebatan hangat terkait langkah Djasma. Di satu sisi, pendukungnya memuji keberanian dan ketegasan yang ditunjukkan. 

Di sisi lain, Djasman mungkin terlalu tergesa-gesa dan mengesampingkan solidaritas partai. Dampak dari langkah ini terlihat signifikan, mencerminkan dinamika politik lokal yang semakin kompleks.  

Apakah dukungan ini akan menjadi katalisator bagi kandidat yang didukung, atau justru menjadi bumerang yang bisa merusak elektabilitas mereka. Dalam situasi politik yang sangat cair, setiap langkah strategis selalu membawa risiko besar.

Bisa jadi, keputusan Djasman untuk bergerak mendukung kandidat di luar agenda partai adalah cerminan dari ambisi pribadinya dalam meraih posisi yang lebih tinggi. 

Dalam dunia politik, pergeseran dukungan semacam ini kerap kali didorong oleh kalkulasi pribadi maupun keinginan untuk memperoleh pengaruh yang lebih besar. 

Namun, tanpa dukungan penuh dari internal partai, langkah Djasma berpotensi berakhir pada kegagalan politik yang merugikan karirnya sendiri.

Situasi ini memaksa Partai NasDem untuk segera merespons. Jika partai gagal mengatasi perpecahan internal ini, maka risiko semakin melemahnya basis dukungan partai di tingkat lokal bisa menjadi kenyataan. 

Djasman, sebagai bagian penting dari struktur partai, seharusnya bisa diajak berdiskusi untuk mencari solusi terbaik tanpa merusak persatuan partai.

Di sisi lain, loyalitas dalam politik sangatlah krusial. Ketika seorang figur partai seperti Djasman mengambil sikap yang bertentangan dengan narasi partai, hal ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan pengurus lainnya. 

Ketika soliditas internal partai goyah, hal ini bisa berdampak besar pada elektabilitas partai secara keseluruhan, terutama dalam menghadapi Pemilihan Gubernur Maluku Utara yang semakin dekat.

Akhirnya, langkah Djasman Abubakar ini menjadi sebuah pengingat bahwa politik tidak hanya soal strategi dan ambisi, tetapi juga soal loyalitas dan solidaritas. 

Bagaimana Partai NasDem merespons perbedaan pandangan ini akan menentukan arah partai di masa depan, bukan hanya untuk pilkada kali ini, tetapi juga untuk eksistensi jangka panjang mereka di Maluku Utara.

Lebih baru Lebih lama
abarce

Formulir Kontak