Ternate, ABARCE.COM-Tanah hibah dari Wali Kota Ternate, Tauhid Soleman, untuk pembangunan Kantor Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Nasdem kini berada dalam kondisi yang meragukan. Peletakan batu pertama telah dilakukan sebagai bentuk simbolis komitmen pemerintah daerah terhadap perkembangan partai. Namun, hingga saat ini, pembangunan fisik belum dimulai, menyisakan banyak pertanyaan.
Ketika seorang kepala daerah terlibat langsung dalam pembangunan infrastruktur politik, itu seharusnya membawa harapan besar. Peletakan batu pertama oleh Wali Kota merupakan bentuk dukungan nyata terhadap Nasdem, namun janji tersebut tampaknya berubah menjadi sekadar formalitas tanpa ada tindak lanjut konkret. tidak hanya bagi DPD Nasdem, tetapi juga bagi publik yang mengikuti perkembangan politik di daerah.
Salah satu isu paling mencolok adalah terkait status tanah. Terungkap bahwa tanah yang dihibahkan ternyata masih memiliki keterkaitan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini memicu kritik mengenai transparansi pemerintah daerah, terutama dari kalangan internal partai Nasdem. Keterlibatan aset negara dalam proyek politik menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas proses tersebut.
Partai Nasdem, yang seharusnya diuntungkan oleh langkah ini, kini berada dalam posisi yang sulit. Tidak adanya kejelasan mengenai lahan dan stagnasi pembangunan memperlihatkan kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah dan partai. Dalam politik, komunikasi adalah kunci, dan ketidakjelasan ini menjadi cerminan lemahnya koordinasi.
Kritik tajam terhadap Tauhid Soleman datang dari berbagai pihak, termasuk para pengamat politik. Mereka menilai bahwa keterbukaan informasi terkait status tanah dan komitmen terhadap pembangunan harus diutamakan. Jika tidak, hal ini hanya akan memperburuk citra pemerintahan dan menambah kesan bahwa janji pembangunan tersebut hanyalah langkah politis yang dangkal.
Anggota partai Nasdem sendiri sudah mulai menuntut solusi cepat. Mereka merasa pembangunan kantor ini sangat penting untuk mendukung program kerja partai, terutama menjelang momentum politik seperti Pilkada dan Pemilu. Tanpa infrastruktur yang memadai, kegiatan partai di tingkat lokal terhambat, dan hal ini dapat mempengaruhi citra partai di mata masyarakat.
Sementara itu, masyarakat Ternate mulai meragukan komitmen Tauhid Soleman. Mereka melihat janji Wali Kota sebagai upaya politik untuk menarik dukungan partai tanpa ada keseriusan untuk mewujudkan proyek tersebut. Keadaan ini semakin memperkeruh hubungan antara pemerintah daerah dan partai, menciptakan atmosfer ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.
Apa yang seharusnya menjadi sinyal positif bagi Nasdem di Ternate justru berbalik menjadi masalah politik. Tauhid Soleman harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan ketidakpastian ini. Publik, anggota partai, dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasdem menunggu bukti nyata, bukan sekadar janji.
Pada akhirnya, transparansi dan komitmen politik menjadi dua faktor utama yang diuji dalam kasus ini. Tanpa itu, janji hibah tanah dan pembangunan kantor DPD Nasdem hanya akan berakhir sebagai bahan ejekan politik yang merusak kredibilitas semua pihak yang terlibat.