Ternate, ABARCE.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate, Maluku Utara, mengecam keras sikap arogansi dari petugas keamanan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara yang mengintimidasi jurnalis saat peliputan deklarasi kampanye damai di Sofifi, Selasa (24/9). Kejadian ini memicu kekhawatiran akan kebebasan pers di daerah tersebut.
Dugaan intimidasi terjadi ketika wartawan mengabadikan
kericuhan antar staf KPU yang berlangsung di lokasi acara. Tindakan petugas
keamanan KPU yang menghadang jurnalis menimbulkan kontroversi di kalangan
media.
Dua jurnalis dari Antara Foto, Andri Saputra, dan RTV,
Muhammad S. Haliun, mengalami intimidasi di dalam ruangan KPU. Mereka dipaksa
untuk menghapus gambar yang telah diambil selama kejadian tersebut.
Andri menjelaskan, “Kami diarahkan masuk ke ruangan KPU dan
dipaksa untuk menghapus video dan foto. Jika tidak, kami dilarang meliput.” Hal
ini menciptakan situasi yang menegangkan bagi jurnalis yang ingin melaksanakan
tugas mereka.
Di luar ruangan, jurnalis dari BTv juga dilarang mengambil
video kericuhan tersebut. Ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk
menghalangi peliputan media.
Haliun menyatakan, “Saya dilarang merekam. Keributan antara
petugas KPU nyaris berujung pada adu fisik.” Teguran keras dari petugas KPU
menunjukkan sikap arogansi yang tak seharusnya terjadi di institusi publik.
Meskipun ada larangan, beberapa jurnalis tetap melanjutkan
dokumentasi dari jarak aman. Lima menit setelahnya, Haliun dipanggil oleh
petugas dan diminta untuk menghapus rekaman.
“Boleh hapus video tadi?” tanya salah satu petugas, namun
Haliun menolak permintaan itu dan memilih untuk meninggalkan ruangan. Sikap ini
menunjukkan keberanian jurnalis dalam mempertahankan integritas kerja mereka.
Menanggapi peristiwa ini, AJI Ternate menyatakan beberapa
poin kritis. Pertama, KPU sebagai lembaga demokrasi harus menjaga kebebasan
pers sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999.
Kedua, tindakan intimidasi dari petugas KPU jelas melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang menyatakan bahwa menghalangi jurnalis dapat dikenakan sanksi pidana.
Ia menegaskan semua
pihak untuk menghargai kerja jurnalis dan menghormati kebebasan pers. Jurnalis
dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan Pasal 8 UU
Pers.
Terakhir, AJI menyerukan solidaritas di antara jurnalis untuk tetap teguh dalam menjalankan tugas, dengan tetap berpegang pada kode etik jurnalistik. Tindakan intimidasi seperti ini tidak boleh dibiarkan terjadi.