Ternate, ABARCE.COM – Pengadaan langsung bahan kegiatan dan alat tulis kantor (ATK) Pemerintah kota Ternate menuai kritik pakar ekonomi maluku Utara Mukhtar Adam.
Menurut Mukhtar, besarnya alokasi belanja daerah Kota Ternate yang mencapai angka Rp4,7 miliar per tahun sangatlah fantastis dan memicu adanya potensi penyimpangan.
Mukhtar mengatakan, belanja APBD merupakan instrumen vital dalam mengatur keuangan "rumah tangga" pemerintah. "Berbeda dengan rumah tangga privat, belanja pemerintah harus transparan dan bisa dinilai publik," ungkap Mukhtar saat di konfirmasi wartawan. Selasa (19/08).
Kepantasan belanja pemerintah seharusnya mengacu pada standar yang telah ditetapkan untuk setiap unit organisasi perangkat daerah. Standar ini, kata Mukhtar, dilengkapi dengan panduan harga untuk menjamin efisiensi dan efektivitas. Namun, ketika alokasi belanja melebihi standar yang ada, kecurigaan publik wajar muncul terkait potensi penyelewengan.
"Jika alokasi belanja sebesar Rp4,7 miliar per tahun untuk sekretariat daerah melampaui standar, ini patut dicurigai. Publik mungkin tidak percaya penuh pada standar belanja yang ditetapkan pemerintah daerah dan cenderung menilai dari kepantasan alokasi yang dilakukan SKPD," ungkap Mukhtar.
Mukhtar juga menyoroti beberapa kecenderungan negatif dalam pengelolaan belanja daerah, yang telah menjadi perhatian masyarakat sejak penerapan sistem keuangan daerah. Menurut hasil risetnya, ada tiga fenomena yang meresahkan:
1. Penumpukan Belanja Barang dan Jasa: Mukhtar mengungkapkan bahwa alokasi belanja sering kali menumpuk pada belanja barang dan jasa, terutama di bidang administrasi perkantoran. Hal ini membuka peluang manipulasi pertanggungjawaban oleh bendahara pengeluaran.
2. Dominasi Kelompok TAPD: Belanja daerah cenderung dikuasai oleh kelompok Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), seperti Sekretaris Daerah, BPKAD, BAPPEDA, dan Sekwan DPRD. Mukhtar menilai kelompok ini memiliki potensi besar untuk melakukan kecurangan anggaran.
3. Anggaran Timpang Jelang Pilkada: Mukhtar juga mencatat bahwa menjelang Pilkada, alokasi anggaran cenderung timpang, di mana dana lebih banyak dialokasikan untuk kepentingan pemenangan kepala daerah inkumben. Hal ini terkait dengan tingginya biaya politik, yang memicu manipulasi anggaran.
Mukhtar menambahkan bahwa jika alokasi belanja sebesar Rp4,7 miliar ini ditenderkan, langkah tersebut dapat mengurangi risiko kecurangan. Namun, ia mengingatkan bahwa jika pemenang tender memiliki hubungan dekat dengan Sekretaris Daerah, hal ini bisa menimbulkan dugaan adanya mark-up atau penggelembungan anggaran.
"Jika belanja hanya difokuskan pada beberapa item, bisa saja ada upaya kecurangan oleh Sekretaris Daerah dan pejabat pelaksananya, atau mungkin ada program lain yang menyebabkan administrasi pada beberapa item belanja menjadi membengkak," pungkas Mukhtar.
Pengamat ekonomi ini berharap pemerintah daerah Kota Ternate lebih transparan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan anggaran untuk menghindari potensi penyimpangan yang merugikan masyarakat.