Ternate,ABARCE.COM–Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras terkait dugaan tindak penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum prajurit TNI Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pos Lanal Kabupaten Halmahera Selatan terhadap salah seorang jurnalis media online sidikkasus.co.id Sukandi Ali.
Sebagaimana di ketahui, Peristiwa yang terjadi pada hari Kamis, 28 Maret 2024 di Pos TNI AL Panamboang, Kecamatan Bacan Selatan, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dimana dua oknum TNI-AL ini melakukan Tindakan penganiayaan kepada Sukandi atas pemberitaan terkait diamankannya satu kapal tanker bermuatan puluhan ribu KL bahan bakar minyak (BBM) yang diduga milik Ditpolairud Polda Maluku Utara yang diamankan oleh TNI AL.
Atas peristiwa ini, korban mengalami luka-luka di bagian punggung, bahu, dan kepala akibat cambukan selang serta gigi patah. Lebih lanjut, korban telah melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Halmahera Selatan. Hal ini pun mendapatkan kecaman dari berbagai lini termasuk Danlanal Ternate.
Sementara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melalui Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan pada Minggu (31/3/2024). Mengatakan
"Kami menilai bahwa tindak penyiksaan yang dilakukan oleh 2 prajurit TNI AL tersebut merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan baik hukum nasional maupun internasional," Cetusnya
Dinas menjelaskan, adapun peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Kovenan Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
Lebih lanjut, Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik maupun kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Peraturan Panglima TNI Nomor 73/IX tahun 2010 tentang Penentangan Terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain Yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.
Dimas membeberkan korban yang berprofesi sebagai jurnalis juga sejatinya memiliki hak kebebasan dari tindakan pencegahan, pelarangan dan penekanan agar masyarakat mendapatkan informasi yang terjamin sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1), serta mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Dalam kasus yang menimpa Sukandi Ali, kami menilai tindakan yang dilakukan oleh kedua prajurit TNI AL tersebut merupakan bentuk ancaman nyata terhadap penghalangan kerja-kerja jurnalistik yang sangat membahayakan kebebasan pers di Indonesia. Diabaikannya mekanisme akuntabilitas hukum dan tiadanya perhatian dalam memberikan jaminan pemulihan kepada korban menjadikan kasus-kasus kekerasan terus terjadi," pungkasnya.
KontraS Mendesak
Pertama, Panglima TNI beserta jajarannya untuk dapat mengambil langkah serius dan konkrit dalam melakukan pengawasan serta pencegahan terhadap para anggota agar peristiwa kekerasan serta penyiksaan tidak terulang kembali serta melakukan tindakan tegas bagi anggota yang melanggar dengan menggunakan mekanisme hukum yang setimpal. Dan kedua pelaku penyiksaan untuk diadili melalui peradilan umum.
Kedua, Kapolda Maluku Utara untuk segera memproses laporan yang telah diajukan oleh korban serta melakukan penyelidikan dan penyidikan secara independen dan akuntabel, serta memberikan akses informasi secara berkala kepada korban dan keluarga korban
Ketiga, Komnas HAM untuk melakukan investigasi lebih lanjut atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dan dapat melakukan pemantauan atas proses hukum yang saat ini sedang ditempuh.
Keempat, LPSK untuk dapat secara aktif memberikan jaminan atas perlindungan dan keamanan atau keselamatan kepada keluarga dan juga korban. (**)